Dody Try Syahputra Sihombing
PEMBENARAN
I.
Pendahuluan
Pada
pertemuan-pertemuan sebelumnya, kita telah membahas mengenai manusia, dosa, dan
iman, maka pada pertemuan ini akan membahas mengenai Pembenaran, semoga dalam
sajian yang akan kita diskusikan bersama ini dapat menambah pengetahuan bagi
kita,
II.
Pembahasan
2.1.
Pembenaran Oleh Iman, apakah itu ?
Menurut
Rm. 8:33,34 kata “membenarkan” menjadi lawan kata “menghukum”. Jikalau
demikian, maka yang disebut “membenarkan” adalah tindakan Allah sebagai hakim,
yang setelah menghakimi manusia, menjatuhkan putusan, bahwa orang yang dihakimi
tadi “benar”, artinya “tidak bersalah”, dan oleh karenanya tidak dihukum. Kata
pembenaran adalah kata yang dipakai di bidang kehakiman. Allah membenarkan
manusia, artinya: menganggap manusia tidak besalah, adalah sama dengan “Allah mengampuni
dosa manusia” atau “Allah mendamaikan manusia dengan diriNya sendiri” atau
“Allah menjadikan manusia menjadi anak-anakNya”.[1]
Pada masa penciptaan manusia, manusia masih memiliki hubungan baik dengan
Allah, namun ketika manusia itu mengatakan “Ya” kepada ular dan berkata tidak
kepada “Sabda Allah”, hal inilah yang membuat manusia menjadi berdosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah (bnd. Rom. 3:23). Kita dibenarkan oleh percaya
kepada Yesus Kristus, artinya oleh percaya kepada rahmat yang telah diberikan
Allah kepada kita dalam kedatangan dan pekerjaan Kristus. Ajaran tentang pembenaran
oleh iman ini menegaskan bahwa penyelamatan manusia terletak pada Allah dan
semata-mata datang dari Allah.[2] Didalam pembenaran kita dapat
membedakan 3 unsur :
1. Allah
bapa yang membenarkan, yaitu: Ia yang menganggap hak Tuhan Yesus Kristus
sebagai hak orang percaya.
2. Kristus
yang membenarkan, artinya: Ia juga mencapai segala sesuatu hingga tidak dapat
diberikan kepada manusia.
3. Roh
suci membenarkan, yaitu: Ia yang
melanjutkan, mengenakan pembenaran
kepada orang percaya, hingga orang yang dibenarkan merasakan kegirangan.[3]
Pembenaran
oleh Iman itu diindikasikan dengan pembaharuan hidup. Keduanya saling menyatu
di dalam Kristus yang hadir di dalam iman. Tanpa iman pembenaran tidak dapat
dilakukan. Orang yang menerima pembenaran juga hidup di dalam kasih dan
pengharapan di dalam persekutuan dengan Kristus. Dalam hal ini terjadilah hubungan
secara pribadi secara total dengan Kristus. Pembenaran itu bukanlah milik
seseorang, tetapi milik Allah yang dapat diberikan kepada orang yang beriman
kepadaNya.[4]
2.2.Hubungan
Iman dengan Perbuatan, Janji, Injil, Pendamaian dan Penebusan
2.2.1.
Hubungan
Iman dengan Perbuatan
Ketika
orang yang dibenarkan hidup dalam Kristus dan berbuat sesuai dengan apa yang
diterimanya, maka ia akan menghasilkan buah yang baik. Oleh karena hidup orang
Kristen adalah berjuang melawan dosa, maka konsekuensi dari pembenaran yaitu
perbuatan baik wajib dipenuhi. Itulah sebabnya Yesus dan para rasul selalu
memperingatkan orang Kristen agar menghasilkan perbuatan kasih.[5]
Inilah yang dimaksudkan Yakobus ketika dia menuliskan bahwa kita dibenarkan
karena-perbuatan-perbuatan kita (Yak. 2:24). Iman yang tidak menghasilkan buah
yang baik bukanlah iman yang sejati.[6]
2.2.2.
Hubungan
Iman dengan Janji
Istilah
“perjanjian” ialah sikap Allah terhadap kita manusia, yaitu sikap yang
dinyatakanNya dalam perbuatanNya untuk menghubungkan Diri dengan manusia.
Perjanjian Allah berarti bahwa Allah selaku pihak yang memberi mengadakan
perjanjianNya dengan manusia selaku pihak yang menerima. Alkitab memperlihatkan
kepada kita, bahwa perjanjian Allah timbul dari kasih dan rahmatNya, dan bahwa
Perjanjian ini tetap teguh karena kesabaran Allah dan kesetiaanNya. Berita
Alkitab tentang Perjanjian Allah mau meyakinkan kita, bahwa Allah di dalam
rahmatNya tetap memegang kita serta tetap setia, kendati dosa dan
ketidak-taatan kita.[7]
2.2.3.
Hubungan
Iman dengan Injil
Injil
berisikan ajaran mengenai pengampunan dosa, yang diberikan kepada kita secara
gratis, karena Kristus dan melalui iman. Di dalam khotbah Injil, ditunjukkan
jalan bagi manusia bagaimana menghindari kutukan yang dijatuhkan kepadanya.
Injil menunjukkan anugerah Allah kepada manusia. Pemberitaan Injil ingin
membangkitkan kepercayaan dalam manusia melalui mana dia menerima keselamatan.[8]
2.2.4. Hubungan Iman dengan Pendamaian
.Pendamaian
berarti suatu perubahan hubungan dari permusuhan menjadi kerukunan, manusia
telah didamaikan dengan Allah (Rm.5:1-11, 2Kor.5:18-21).[9] Menurut
Rm. 5:10 pendamaian itu terjadi oleh kematian Kristus, AnakNya, yaitu ketika
kita masih seteru Allah. Oleh karena manusia menyeterui Tuhan Allah, maka Tuhan
Allah murka terhadap manusia. Hal itu mengakibatkan bahwa hubungan antara Tuhan
Allah dan manusia bukanlah hubungan damai, melainkan permusuhan. Akan tetapi di
dalam Tuhan Yesus Kristus, Allah telah mendamaikan manusia dosa dengan diriNya
sendiri. Kata “mendamaikan” mengandung arti, bahwa karena kematian Kristus ada
suasana baru, yang menjiwai hubungan antara Tuhan Allah dan manusia. Hubungan
itu bukan berwujud permusuhan lagi, melainkan berwujud suasana damai. Sebab,
karena kematian Kristus segala hal yang menggangu hubungan damai telah
ditiadakan. Itulah sebabnya maka sekarang manusia diperkenankan menghampiri
Tuhan Allah.[10]
Salib Yesus bagi Gereja Kristen menjadi tanda besar dari pedamaian antara Allah
dan manusia.[11]
2.2.5.
Hubungan
Iman dengan Penebusan
Anugerah
Allah secara sepihak memberikan penebusan kepada manusia. Penebusan ini
disampaikan melalui Yesus Kristus[12] Di
dalam Mrk. 10:45, Tuhan Yesus berkata, bahwa Ia datang bukan unuk dilayani,
melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi
banyak orang (bnd. Mat. 20:28). Di sini Tuhan Yesus memandang diriNya sebagai
pengantara yang berdiri di antara Tuhan Allah dan manusia. Sebagai Yang
mewakili manusia di hadirat Allah, Kristus menyerahkan nyawaNya sebagai tebusan
kepada Tuhan Allah.[13]
Tema “penebusan melalui Kristus” berkumandang di seluruh Perjanjian Baru,
ibadah Kristen dan teologi Kristen. Ide dasarnya adalah bahwa Allah telah
menggenapi penebusan umat manusia yang berdosa melalui kematian Kristus di atas
Kayu salib.[14]
2.3.
Iman dan Kasih Karunia
Kasih
Karunia Allah, seperti dipahami dalam Alkitab, bukanlah suatu abtraksi, melainkan dikenal melalui
karyanya dalam manusia. Inilah kemurahan Allah yang dengannya Ia menarik
manusia kepada diriNya dan memenangkan mereka dari kehidupan mereka yang
terpusat pada diri mereka sendiri kedalam persekutuan dengan diriNya melalui Yesus
Kristus.[15]
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa
kejatuhan manusia kedalam dosa yang menyebabkan hubungan antara manusia
dan Tuhan Allah menjadi terpisah, karena manusia tidak menuruti Sabda Allah,
namun Tuhan Allah masih memberi Kasih setiaNya kepada manusia sehingga
dikaruniai iman melalui AnakNya Yesus Kristus, yang menjadi pengantara agar
kita memperoleh keselamatan yang telah dijanjikan Allah kepada kita.
IV.
Daftar
Pustaka
Becker,
Dieter, Pedoman Dogmatika, (Jakarta:BPK-GM, 2009)
Cully,
Iris V., Dinamika Pendidikan Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2009)
G.C.
Van Niftrik & B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta:
BPK-GM, 2008)
Hadiwijono,Harun,
Iman
Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2010)
Lumbantobing,
Darwin, Teologi di Pasar Bebas, (Pematang Siantar: L-SAPA, 2008)
McGrath,
Alister E., Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK-GM, 2011)
Robert
H. Albers, MALU, Sebuah Perspektif Iman,
(Yogyakarta:Kanisius, 2007)
Ryrie,
Charles C., Teologi Dasar 2, (Yogyakarta: ANDI, 2010)
Soedarmo,R.,
Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta:
BPK-GM,2009)
Veldhuis,
Henri, Kutahu yang Kupercaya, (Jakarta: BPK-GM, 2010)
[1]
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 407
[2]
G.C. Van Niftrik & B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta:
BPK-GM, 2008) 483-484
[3]
R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: BPK-GM,2009), 212
[4]
Darwin
Lumbantobing, Teologi di Pasar Bebas, (Pematang Siantar: L-SAPA, 2008),247
[5]
Darwin Lumbantobing, Teologi di Pasar Bebas, 249-250
[6]
Charles C. Ryrie, Teologi
Dasar 2, (Yogyakarta: ANDI, 2010), 48
[7]
G.C. Van Niftrik & B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, 424-425
[8] Dieter Becker,
Pedoman Dogmatika, (Jakarta:BPK-GM, 2009), 32
[9] Charles C. Ryrie, Teologi
Dasar 2, 37
[11] Henri Veldhuis, Kutahu
yang Kupercaya, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 171
[12] Robert H.
Albers, MALU, Sebuah Perspektif Iman,
(Yogyakarta:Kanisius, 2007), 35
[13]
Harun
Hadiwijono, Iman Kristen,349
[14]
Alister E. McGrath, Sejarah
Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 111
[15]
Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar