Senin, 15 Januari 2018

Penggembalaan Pada Abad Pertengahan

PENGGEMBALAAN PADA ABAD PERTENGAHAN
 Zaman Kegelapan atau Abad Pertengahan (bagian pertama: 451- Abad ke-10
Abad Pertengahan disebut juga Zaman Kegelapan karena pada periode ini tidak banyak informasi hal-hal penting terjadi dalam perkembangan sejarah Gereja dan zaman kegelapan sedikit sekali kaitannya dengan dunia kita yang sekarang ini.[1] 
Hal yang paling menonjol yaitu karya Gregorius Agung yang berjudul Pastoral Rule. Yang berisi pengecualian beberapa orang terkenal dalam orde-orde biara. Gregorius bukan hanya menabur benih untuk pelayanan yang produktif tetapi juga menabur benih yang telah merusak pelayanan kependetaan  yang mana pada masa ini mengesampingkan pemeliharaan jiwa-jiwa demi mengurus tanah-tanah milik mereka. Dan pada masa kekaisaran Roma pada waktu itu telah mati seperti batere yang habis energinya diganti oleh satu peradaban baru yang muncul dimana menganggab masyarakat sederajat dengan gereja, dan gereja sederajat dengan Kepausan. Dan pada masa ini ada anggapan bahwa Paus lebih mulia dari pada Raja. Pada masa abad pertengahan ini Istana Paus merupakan pusat administratife yang besar. Salah satu kemerosotan itu adalah pemberian surat-surat pengampunan dosa maka hal ini berakibat serius bagi pelayan tingkat bawah pada hirarki gereja.[2] Maka  Tugas Pastoral disini adalah membimbing dan meyakinkan bangsa yang biadab menerima kekristenan dan mendiagnosa kesusahan mereka. masyarakat membutuhkan rekontruksi, Raja-raja membutuhkan penasihat, dan rakyat membutuhkan pemimpin dan pembela pelayan kependetaan sebagai kekuatan rohani berada pada surut yang paling rendah. Raja-raja dan pemerintah memanfaatkan Biara dan ke Uskupan Gereja untuk menyampaikan peradaban kekristenan kepada masyarakat yang awam (kasar). Biarawan St. Benedictus dari Nursia (tahun 259) telah membuat dua belas langkah untuk memimpin masyarakat, diawali dengan rasa takut kepada Allah dan diakhiri dengan hidup dalam kasih.
1.      Tetap takut akan Tuhan
2.      Tidak ada kasih kalau tidak ada terang dalam diri.
3.      Menyerahkan secara total hidup kita kepada Allah.
4.      Berdiam dan sabar dalam kemenangan.
5.      Tidak ada dosa yang rahasia, tetapi penglakukan dosa kepada kepala biara dan kepada Allah.
6.      Saling menghormati sesama.
7.      Percaya dari dalam hati.
8.      Tidak menyalah gunakan kekuasaan.
9.      Tetap ada rasa tenang.
10.  Tidak membuat suara-suara kecil untuk keributan.
11.  Bicara jelas tanpa ragu-ragu.
12.  Menjadi teman dalam suka dan duka.[3]
 Bimbingan  pada masa ini disebut dengan “edukative guiding”. Jemaat dibujuk untuk menginterpretasikan hidup mereka dengan norma-norma kekristenan. Inilah yang disebut dengan teologi moral. Dan disini Gembala tidak hanya membimbing tetapi juga mengarahkan jemaat yang bingung dengan situasi mereka kearah pertobatan. Dalam hal ini gereja memandang mereka sebagai manusia yang utuh, dan gereja tetap menunggu mereka kembali dengan mengajak dan mengulurkan tangan.[4]
Pada masa abad pertengahan Innonsentius Agung meskipun memiliki banyak kesalahan duniawi namun mengadakan reformasi tujuan agung Kepausannya hal itu di tunjukkan lewat kotbahnya dari Matius  24:45 yang berbunyi” Paus haruslah menunjukkan kesetiaan, kebijaksanaan dan semangat penggembalaan, memberi makan kepada kawanan dombanya melalui teladan pribadi melalui ajaran dan sakramen dengan hikmad Ilahi dan kesetiaan yang tinggi kepada Iman Rasuli”. Dan dampaknya adalah benar-benar menyadari arti penggembalaan pejabat gereja. Sang Gembala harus rajin dalam melaksanakan pemeliharaan pastoralnya agar tidak ada domba yang sakit dalam kandang yang dapat menularkan penyakit.[5]Keteladanan seorang pemimpin tidak di pandang dari kepandaiannya atau kekayaan materinya, tapi kerelaan untuk menderita hidup dalam Tuhan, dan tingkat moralitasnya dan mampu menjawab tantangaan zamannya dan memahami betul apa itu artinya menjadi pengikut kristus. Dan keteladanan inilah yang hilang dari tubuh gereja yang sekarang yang cenderung memamerkan materi.[6]
Pada periode abad pertengahan ini, banyak muncul sekolah-sekolah teologis, diantaranya yaitu teologia Sholastik yang ingin menyelaraskan ajaran gereja dengan filsafat Yunani. Tokoh yang terkemuka dari teologia Sholastik yaitu Thomas dari Aquino (1225-1227) dengan karya utamanya adalah summa teologiae: iktisar seluruh teologi. Ia mengatakan bahwa manusia dengan kekuatannya sendiri tidak dapat menghasilkan perbuatannya yang  menjadikan ia benar di hadapan Allah, maka oleh karena itu Allah semata-mata karena rahmatnya mencurahkan anugrahnya kepada manusia. Anugrah ini adalah kekuatan adikodrati yang di salurkan kepada manusia melalui sakramen. Maka dalam situasi ini pelayanan pastoral berperan dalam menyembuhkan kerohanian dan keselamatan pribadi-pribadi.😀😀😀😀😀
 Pastoral menemukan penyembuhan dalam arti objektif yaitu melalui sakramen yang merupakan perwujudan dari anugrah. Di tengah-tengah sosial masyarakat yang  tersusun rapi dalam setiap kondisi, Imam-imam menyalurkan pertobatan kerohanian yang mereka butuhkan untuk kesehatan spiritual. Babtisan dilakukan untuk memperbaiki Dosa-dosa  pribadi kepada situasi spiritual yang lebih baik.[7]http://hubungikontak.com😁😁😁😁😁😁 Melihat keadaan pada zaman yang gelap dan penuh kekuatan gelap, serta juga pada masa itu banyak penyakit (Sakit Kuning, Epilepsy, dan lain-lain) maka praktek Pastoral adalah  bagaimana saya di panggil untuk menguatkan iman saya sendiri agar cukup kuat menghadapi dunia yang gelap ini, dunia pada zaman ini yang berbahaya sekali. Suatu hal penting yang perlu Pastor ingat bahwa kebutuhan orang sakit tidaklah sama ada yang membutuhkan percakapan (karena ia kesepian dan bimbang), ada pula yang membutuhkan bimbingan (karena ia sedang mengalami krisis percaya), ada lagi yang membutuhkan penghiburan (karena ia susah dan tidak melihat jalan keluar).[8]
Anugrah sakramen tidak hanya di lakukan bagi anggota jemaat yang sakit tetapi juga memberi jaminan kekuatan untuk pertumbuhan spiritual secara umum yang di butuhkan untuk kebahagiaan yang kekal. Sakramen perminyakan salah satu bentuk fungsi peneguhan, bimbingan ke dalam teologia moral penting juga fungsi perdamaian. Jadi Pastoral sudah berpusat dalam sakramen penyembuhan. Ciri Pastoral ini ialah sacramental healing. Pada masa Pransiskus Dominikan ia meletakkan sakramen kedalam tujuh bagian dalam Gereja Katolik, ketujuh sakramen ini menjadi pusat pastoral dan khususnya dalam fungsi bimbingan dan perdamaian.[9]
 Dan hal yang paling terkenal mengenai pembaharuan pada masa ini sekitar tahun1279-1292 yaitu John Pecham dari Inggris Uskup Agung Centibury dimana ia melakukan pembaharuan. Ia menekankan kepada pejabat gereja tentang tugas rohani dan duniawi mereka. yang mana tugas rohani nya ialah  melakukan sakramen dan jabatan haruslah di lakukan dengan hikmad dan jika mereka menganggab terlalu bodoh untuk berkotbah dan menerima pengakuan dosa maka minta bantuan pada biarawan untuk melakukan tugas-tus ini, penekanan pentingnya berkotbah, imam di intruksikan agar tidak melayangkan babtisan jika ia mabuk karena tidak akan mampu mengendalikan tutur katanya, dan menegur orang yang ketidurang dan orang yang mengobrol saat kebaktian berlangsung. Meskipun banyak hall yang mungkin diperoleh dari sebagian karya-karya renungan abad pertengahan namun cuman sedikit pengaruhnya untuk Penggembalaan gereja masa kini. Dan dalam abat pertengahan yang perlu di garis bawahi mengenai pembaharuan, dimana pembaharuan yang Radikal dalam gereja yang agak mampu meninggalkan kesan pada generasi-generasi palsu yang tidak memberi makan domba-dombanya, tetapi mencari keuntungan dari mereka sendiri, sementara kawanan domma mereka di binasakan oleh Serigala-serigala.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar