Minggu, 14 Januari 2018

GEREJA dan NEGARA





            Secara politik dunia yang di dalamnya Gereja lahir dan berkembang dibagi atas dua dasar Negara yaitu kekaisaran romawi dan kerajaan Partia (setelah tahun 225 M menjadi Persia).[26] Munculnya Kekristenan di kekaisaran Romawi merupakan gejala baru. Dalam masa ini sering timbul pergesekan dengan agama Yahudi, Yunani, maupun dengan pemerintahan yang berkuasa. Pada awalanya pemerintahan romawi bersikap toleran terhadap kekristenan, sepanjang tidak menimbulkan masalah sosial. Tetapi kekristenan pada saat itu mengabaikan banyak peraturan Yahudi, orang-orang Kristen dituduh tidak patriotik dan anti sosial. Hal ini karena orang Kristen tidak mengikuti upacara-upacara resmi Yunani-Romawi dan tidak menunjukan upacara agamanya secara terbuka sehingga mereka disebut atheis.[27] Oleh sebab itulah orang Kristen pada saat itu mendapat penganiayaan yang berlangsung cukup lama, dimana orang Kristen ketika itu banyak yang dibunuh dan dibakar. Sehingga pada masa ini merupakan suatu masa yang sangat sulit bagi umat Kristen itu sendiri begitu juga jemaat Kristen tidak mendapat kedudukan yang aman secara politis dalam pemerintahan Romawi. Pada masa ini orang Kristen mengalami penghambatan-penghambatan baru, yang  dimulai oleh Decius (249-251) yang dilakukan di seluruh kekaisaran. Sehingga tidak mengherankan banyak orang Kristen menjadi murtad tetapi ada pula banyak saudara yang tetap setia kendatipun mereka disiksa. Begitu juga penganiayaan di bawah Valerianus (257-258) tidak berhasil. Beribu-ribu orang murtad, kemudian sangat menyesal lalu memohon pula diterima dalam jemaat. Di sini gereja menjadi lebih kuat lagi bahkan Injil pun mulai masuk ke dalam Istana Kaisar, kalangan tentara dan golongan orang bangsawan. Di sini Negara harus memilih membasmi gereja atau mengaku kalah dan masuk Kristen. Dalam hal ini kaisar Kontantinus Agung berpendapat bahwa jalan kedua itu lebih baik. Penghambatan yang tehebat dalam sejarah gereja dilakukan oleh kaisar Diocletianus dan penggantinya Galerius (303-311 M). Dimana disini banyak perwira dan pegawai Kristen dipecat, gedung gereja di rusak, milik dan harta jemaat disita, buku-buku gereja dan alkitab banyak dibakar dan banyak orang Kristen yang ditangkap, disiksa dan dibunuh, namun gereja tidak binasa juga. [28]


            Pandangan Luther terhadap Negara sangatlah dipengaruhi oleh tokoh-tokoh sebelumnya yaitu Agustinus, dimana Agustinus juga sangat dipengaruhi pandangan Ambrosius. Ambrosius mempertahankan asimilasi kekuasaan Negara dan gereja, tapi kaisar dianggap di bawah kekuasaan gereja.[36] Luther berpendapat bahwa ketaatan kepada raja dan pegawainya adalah balasan yang patut diberikan kepada Negara dan Negara membalasnya dengan memperbaharui gereja. Luther bersifat teosentris, yaitu dia punya pandangan dasar yang berpusat pada Allah tapi bergantung kepada Negara dalam penerapan pandangannya itu. Teori pemerintahan Luther bergantung pada Negara dan kurang banyak kesempatan mengkritik Negara. Pandangan Luther ini dipengaruhi dan berpatokan dari pandangan Paulus dalam (Rm. 13:1-7) yang menekankan ketaatan kepada pemerintah. Memang pada mulanya Luther berpendapat bahwa secara kelembagaan Negara tidak boleh mengurusi kehidupan gereja. Tetapi karena ia melihat bahwa ada kelompok tertentu atas nama iman melakukan pemberontakan dan huru-hara, yang juga mengakibatkan kerugian bagi gereja, antara lain: pemberontakan kaum petani tahun 1525 yang dinilai Luther mengarah kepada anarki. Sehingga Luther memberi peluang kepada Negara untuk ikut campur tangan dalam mengatur kehidupan gereja. Dalam perkembangan selanjutnya campur tangan Negara kepada gereja semakin besar, hal ini tidak lepas dari dukungan raja terhadap Luther ketika membela diri dihadapan tuntutan gereja katolik Roma. Hal inilah yang menyebabkan di Negara-negara yang didominasi aliran Lutheran gereja pada umumnya menjadi gereja Negara.[37]

            Pada tahap awal masuknya injil ke tanah air, yaitu pada masa sebelum kemerdekaan, namun pada perkembangan berikutnya di bawah pimpinan orang-orang seperti:Dr. Mulia, Dr. Lemena, Dr. Tambunan dll, baik awam maupun pendeta yang pikiran teologi dan politiknya telah mendewasa maka orang-orang Kristen memusatkan perhatian mereka pertama-tama pada prinsip-prinsip yang akan membimbing kehidupan Negara Indonesia yang baru itu dengan tujuan agar kebebasan beragama dan kesamaan hak serta kesempatan untuk semua warga Negara di jamin tanpa membeda-bedakan kepercayaan atau keturunan. Setelah dalam hal pokok ini terdapat kepastian, maka partai Kristen Indonesia yang kelahirannya oleh inspirasi partai Kristen Belanda mengeluarkan pernyataan bahwa kemerdekaan itu adalah sebagai anugerah Allah dan bahwa semua orang Indonesia tanpa membeda-bedakan agama, berkewajiban membela kemerdekaan Indonesia.[53] Secara umum pendapat-pendapat para tokoh ini menunukkan bahwa memang gereja dan Negara adalah suatu lembaga yang terpisah, namun ada keterkaitan yang erat di dalamnya. Dimana gereja tidak boleh hanya menutup mata terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Negara. Hal ini tentu saja dikarenakan orang-orang yang hidup dalam gereja adalah merupakan orang-orang yang  sama dengan orang-orang yang hidup dalam Negara. Dalam persoalan-persoalan ekonomi dimana rakyat berada dibawah garis ekonomi menengah kebawah serta persoalan hak azasi manusia dan ketidakadilan sosisal yang terjadi di Negara Indonesia ini, para tokoh tersebut mengatakan bahwa gereja harus menunjukkan partisipasinya untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu meningkatkan kwalitas hidup dalam kesejahteraan masyarakat yaitu kesejahteraan duniawi dan rohani.




            Negara Indonesia bukanlah Negara teokrasi, bukan Negara agama atau yang berdasarkan pada satu agama tertentu, melainkan Negara kesatuan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Sebagai landasan konstitusional secara tegas menyatakan bahwa Negara menjamin kebebasan setiap penduduk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menururt agama dan kepercayaannya itu. Sehingga pemerintah wajib memperhatikan dan membina hubungan yang baik dengan gereja beserta lembaga keagamaan lainnya. Indonesia adalah Negara yang berbentuk republic dengan ideology pancasila. Butir pancasila dari sila I, Ketuhanan Yang Maha Esa secara jelas mengarahkan Negara pada pembinaan masyarakat yang percaya dan taqwa kepada Tuhan yang maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dapat dikatakan bahwa ideology pancasila menjadi sangat fundamental bukan saja dalam pencapaian tujuan Negara, tetapi juga dalam eksistensi dan perkembangan agama-agama Indonesia. Dalam hal ini pemerintah maupun gereja (dan lembaga agama lainnya) secara bersama-sama bertanggung jawab mempertahankan dan melestarikan pancasila. Dalam hal ini gereja sebagai konsekuensi di bawah naungan pemerintah yang pancasilais dapat merealisasikan ketaatan dan kehormatannya kepada pemerintah melalui kesetiaanya mengamalkan dan melestarikan pancasila sebagai azas tunggal dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Gereja dalah sebagai lembaga keagamaan yang sah diakui poleh pemerintah secara Urigis harus memegang peranan penting dalam pembangunan. Pengakuan pemerintah tersebut dapat diartikan sebagai isyarat bahwa pemerintah secara hukum mendukung usaha gereja untuk mengisi pembangunan diperbagai bidang sesuai ajaran Kristen. Pemerintah tidak boleh menyamakan gereja dengan organisaasi sekuler. Gereja hadir dan bertumbuh di Negara Indonesia sebagai perwujudan tubuh Kristus (1 Kor. 12:27; 1 Kor. 3:11; Kis. 4:12). Demikian juga gereja harus menunjukkan peranannya sebagai garam dan terang dunia (Mat. 5:13-16). Orang Kristen sebagai anggota masyarakat atau warganegara harus mewujudkan imannya dalam pembangunan karena pembangunan itu adalah bagian dari kehidupan gereja. Tetapi gereja juga harus senantiasa dituntut taat kepada pemerintah harus menyampaikan suara kenabiaannya dalam proses pembangunan. Sebagai lembaga keagamaan yang diakui pemerintah, gereja berhak dan wajib meluruskan penyimpangan yang terjadi dalam pembangunan. Menegor pemerintah yang tidak sesuai dengan tujuan Negara adalah merupakan suara kenabian yang melekat dalam diri gereja. Jadi gereja juga harus menggembalai pemerintah agar senantiasa sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, dan berfungsi sebagai hamba Allah. [64]




Tidak ada komentar:

Posting Komentar